Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini sedang mempersiapkan wilayahnya untuk menjadi daerah tujuan wisata dunia yang baru. Sejak ditetapkannya komodo sebagai salah satu “The new seven Wonders of Nature” (tujuh keajaiban alam yang baru), maka NTT akan menjadi pintu masuk pariwisata Indonesia selain Bali, yang sudah sangat dikenal selama ini. Keberadaan komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo yang meliputi tiga pulau yaitu Rica, Padar dan Komodo, telah menarik perhatian dunia sebagai species purba yang masih tersisa saat ini. Momentum ini kemudian dimanfaatkan dengan menggelar berbagai ajang nasional maupun internasional sebagai jembatan bagi NTT menuju destinasi unggulan. Sail Indonesia yang telah digelar mulai tahun 2009, di tahun 2013 ini dilaksanakan di NTT dengan tema Sail Komodo. Komodo mulai menjadi primadona Indonesia.
Harapan terhadap kesejahteraan dan keberhasilan ekonomi melalui “Komodo” ini secara tidak langsung telah digantungkan oleh banyak penduduk lokal NTT, disamping menjadi visi pemeritah daerahnya. Pariwisata yang dikenal memiliki multi plier effect khususnya bagi perkembangan perekonomian daerah dan berkembangnya bisnis penyediaan kebutuhan industri hospitality, diharapkan dapat tersebar merata di seluruh penjuru NTT dan mensejahterakan penduduknya. Visi ini searah dengan konsep dan tujuan pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang telah dicanangkan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dimana identitas dan kesejahteraan penduduk lokal merupakan bagian dari tujuan yang ingin dicapai. Kerangka pembangunan pariwisata yang berkelanjutan menjadi indikator keberhasilan pembangunan kepariwisataan Nasional, dimana penggunaan produk lokal, pemberdayaan dan kesejahteraan penduduk lokal, kelestarian lingkungan dan keberlangsungan budaya setempat serta pemerataan pembangunan perekonomian daerah menjadi sebagian kecil dari sekian banyak indikator keberhasilannya. Komitmen terhadap pembangunan pariwisata yang berkelanjutan ini juga telah tercantum dalam Global Code of Ethics for Tourism yang digagas oleh UNWTO pada tahun 1999.
Ternyata impian ini tidak semudah yang dibayangkan. Dalam pelaksanaan puncak Sail Komodo pada tanggal 14 September 2013 yang dibuka oleh Presiden RI dan dihadiri oleh 3000 tamu undangan yang terdiri dari instansi pemerintah pusat dan daerah, duta besar Negara sahabat, stakeholder bidang kelautan dan perikanan serta penduduk dan tokohnya, menyisakan beberapa keluhan dari penduduk local NTT. Keikut sertaan nelayan tradisional dalam parade internasional tersebut terbatasi, begitu juga dengan keterlibatan penduduk local dalam persiapan dan pelaksanaan hajat besar NTT. Fokus pelaksanaan kegiatan yang menelan biaya puluhan milyar ini tercurah penuh pada citra dan persiapan penyambutan tamu internasional. Sehingga pertanyaannya adalah : Apakah benar dengan pariwisata, maka penduduk local akan ikut sejahtera? Apakah “komodo” juga akan tetap sejahtera setelah diangkatnya komodo sebagai daya tarik wisata unggulan di Provinsi NTT?
Kembali pada “Komodo” sebagai ikon pariwisata baru Indonesia, semangat ini perlu disikapi dengan bijaksana dan seimbang, khususnya dengan fungsi konservasi dan pemanfaatan wisata yang disandang bersamaan oleh Taman Nasional Komodo. Konflik kepentingan antara fungsi konservasi yang mengutamakan “kesejahteraan” komodo sebagai species langka yang menjadi perhatian dunia internasional dengan “kesejahteraan” daerah dimana ekonomi menjadi parameternya, perlu dipertemukan melalui konsep yang menjadikan keduanya sebagai bagian dari tujuan yang ingin dicapai. Pendekatan product driven dengan pertimbangan utama terletak pada kebutuhan dan kelestarian komodo sebagai produk intinya, dapat dijadikan sebagai konsep pengelolaan Taman Nasional Komodo. Sementara wilayah lain diluar Taman Nasional dapat dikembangkan dengan berbagai sarana prasarana wisata yang mengangkat keunikan budaya dan alam NTT sebagai daya tarik wisatanya. Pengorganisasian ruang dan pendekatan konsep yang seimbang antara produk inti dan kenyamanan/ kepuasan wisatawan ini dapat diaplikasikan melalui konsep ekowisata, yang merupakan bentuk wisata yang bertanggung jawab dan dijadikan komitmen oleh seluruh stake holder yang terlibat ; pemerintah daerah, akademisi, pengelola, investor, penduduk local dan wisatawan.
Prinsip ekowisata dikenal sebagai konsep pengelolaan dan pengembangan wisata yang peduli terhadap fungsi konservasi, pendidikan, ekonomi dan pelibatan penduduk. Konsep ekowisata memiliki pengertian yang bukan hanya “simbolisme” namun merupakan prinsip dasar pengelolaan yang harus tercermin dalam kebijakan, aplikasi dan realisasinya. Dengan prinsip ini maka ekowisata bukanlah hal mudah yang bisa diaplikasikan tanpa proses matang, yang harus tercermin mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan dan oprasional, hingga tahap evaluasi. Ekowisata merupakan bentuk konsep pariwisata yang mengedepankan aspek pelibatan penduduk, konservasi dan pendidikan mengenai lingkungan hidup.
Salah satu harapan Indonesia saat ini mulai tertuju pada “Komodo”, agar mampu mengangkat citra Indonesia sebagai Negara dengan mega biodiversity terbesar kedua di dunia. Namun citra yang diharapkan bukan hanya berorientasi pada sumber daya yang berlimpah saja, harapan ini harus didukung dengan komitmen dan realisasi pengelolaan yang benar-benar menerapkan konsep ekowisata secara benar. Pengembangan pariwisata di Provinsi NTT dengan konsep Ekowisata bukan merupakan pilihan, namun harus menjadi kewajiban (obliglatory) bagi seluruh stake holder agar “kesejahteraan” yang dituju dapat tercapai bagi komodo sebagai species langka dan merata bagi penduduk NTT.
Cr :http://mrl.upi.edu/v2/komodo-ikon-baru-kesejahteraan-pariwisata-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar